Momen Tak Terduga di Saat Rumah Kosong

Posted on

Momen Tak Terduga di Saat Rumah Kosong

Istriku memang sengaja tidak membangunkan aku karena tadi malam aku pulang jam 4 pagi sampai rumah. Karena memang pekerjaanku sebagai auditor selalu dikejar target laporan, beruntung dalam teamku bekerja ada satu wanita yang bebas dengan segala sesuatu,

Sebut saja Kiki dialah yang semalam memberikan service kepadaku untuk mengurangi keteganganku dalam bekerja, menurut dia bers*tubuh dengan orang lain bukan hal tabu lagi buat dia karena dia tidak mempermasalahkan jika suaminya juga berkencan dengan wanita lain, yang penting dalam prinsip dia adalah tidak lihat langsung saat kejadian tersebut.

Aku yang masih enak dikasur masih teringat dengan kejadian semalam aku tersenyum bahagia, sebetulnya saya bisa pulang awal jam 10 malam karena memang saat itu aku dan Kiki sedang h***y h*rnynya jadi kita bisa 3 ronde sampai akhirnya pagi menyambut kita.

Kurebahkan tubuhku di sofa ruang tengah, setelah memutar DVD **. Sengaja kusetel, biar hasr*tku cepet tuntas. Setelah kubuka celanaku, aku sekarang hanya pakai kaos, dan tidak pakai celana. Pelan-pelan kuurut dan kuk*c*k tongk*lku.

Tampak dari ujung lubang t*ngkolku melelehkan cairan bening, tanda bahwa b*rahiku sudah memuncak tinggi. Aku pun teringat Ririn, sahabat istriku. Kebetulan Ririn berasal dari suku Chinese. Dia adalah sahabat istriku sejak dari SMP hingga lulus kuliah, dan sering juga main kerumahku. Kadang sendiri, kadang bersama keluarganya.

Ya, aku memang sering berf*ntasi sedang meny*tubuh* Ririn. Tubuhnya mungil, setinggi Kiki, tapi lebih gendut. Yang kukagumi adalah kulitnya yang sangat-sangat-sangat putih mulus, seperti warna patung lilin. Dan pant*tnya yang membulat indah, sering membuatku ngac*ng kalo dia berkunjung.

Aku hanya bisa membayangkan seandainya tubuh mulus Ririn bisa kuj*mah, pasti nikmat sekali. Fant*siku ini ternyata membuat t*ngkolku makin keras, merah padam dan cairan bening itu mengalir lagi dengan deras. Ah Ririn…seandainya aku bis a meny*ntuhmu..dan kamu mau ngoc*kin t*ngkolku..begitu pikiranku saat itu.

Lagi enak-enak ngoc*k sambil nonton bok*p dan membayangkan Ririn, terdengar suara langkah sepatu dan seseorang memanggil-manggil istriku.
“Ndah…Indah…aku dateng,” seru suara itu…

Oh my gosh…itu suara Ririn mau ngapain dia kesini, pikirku. Kapan masuknya, kok gak kedengaran? Ririn memang tidak pernah mengetuk pintu kalau ke rumahku, karena keluarga kami sudah sangat akrab dengan dia dan keluarganya. Belum sempat aku berpikir dan bertindak untuk menyelamatkan diri, tau-tau Ririn udah nongol di ruang tengah, dan

“AAAHHH…ANDREEEEW…!!!!,”jeritnya. “Kamu lagi ngapain?”
“Aku…eh…anu…aku….ee…lagi…ini…,”aku tak bisa menjawa pertanyaannya. Gugup. Panik. Sal-ting. Semua bercampur jadi satu.

Orang yang selama ini hanya ada dalam fant*siku, tiba-tiba muncul dihadapanku dan straight, langsung melihatku dalam keadaan tel*nj*ng, gak pake celana, Cuma kaos aja. Ngac*ng pula.
“Kamu dateng ok gak ngabarin dulu sih?” aku protes.

“Udah, sana, pake celana dulu!” Pagi-pagi tel*nj*ng, nonton ** sendirian,lagi ngapain sih?”ucapnya sambil duduk di kursi didepanku.
“Yee…namanya juga lagi h***y…ya udah mending col*i sambil nonton **. Lagian anak-anak sama mamanya lagi pergi ke sekolah. Ya udah, self service,”sahutku.

“Udah, Ndrew. Sana pake celana dulu. Kamu gak risih apa?”
“Ah, kepalang tanggung kamu dah liat? Ngapain juga dtitutupin? Telat donk,”kilahku.
“Dasar kamu ya. Ya, udah deh, aku pamit dulu. Salam aja buat istrimu. Sana, terusin lagi.” Ririn beranjak dari duduknya, dan pamit pulang.

Buru-buru aku mencegahnya. “Rin, ntar dulu lah…,”pintaku.
“Apaan sih, orang aku mau ngajak Kiki jalan, dia nggak ada ya udah, aku mau jalan sendiri,”sahutnya.
“Bentar deh Rin. Tolongin aku, gak lama kok, paling sepuluh menit,”aku berusaha merayunya.

“G*la kamu ya!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!”Ririn protes sambil melotot.
“Kamu jangan macem-macem deh, Ndrew. Gak mungkin donk aku lakukan itu,”sergahnya.
“Rin,”sahutku tenang. “Aku gak minta kamu untuk melakukan hal itu. Enggak. Aku Cuma minta tolong, kamu duduk didepanku, sambil liatin aku col*i.” “Gimana?”

Ririn tidak menjawab. Matanya menatapku tajam.Sejurus kemudian..
“Ok, Rin. Aku janji gak ndeketin apalagi menyentuh kamu. Tapi, sebelum itu, kamu juga buka bajumu dong…pake ** sama ** aja deh, gak usah tel*nj*ng. Kan kamu dah liat punyaku, please?” aku merayunya dengan sedikit memelas sekaligus khawatir.

“Hm…fine deh. Aku bantuin deh…tapi bener ya, aku masih pake ** dan **ku dan kamu gak nyentuh aku ya. Janji lho,”katanya.
“Tapi, tunggu. Aku mau tanya, kok kamu berani banget minta tolong begitu ke aku?”
“Yaaa…aku berani-beraniin…toh aku gak nyentuh kamu, Cuma liat doang.

Lagian, kamu dah liat punyaku? Trus, aku lagi col*i sambil liat **…lha ada kamu, kenapa gak minta tolong aja, liat yang asli?”kilahku.
“Dasar kamu. Ya udah deh, aku buka baju di kamar dulu.”
“Gak usah, disini aja,”sahutku.

Perlahan, dibukanya kemejanya…dan…ah p******a itu menyembul keluar. p******a yang terbungkus ** s*xy berwarna merah…menambah kontras warna kulitnya yang sangat putih dan mulus. Aku menelan ludah karena hanya bisa membayangkan seperti apa isi ** merah itu.

Setelah itu, diturunkannya zip celana jeansnya, dan dibukanya kancing celananya. Perlahan, diturunkannya jeansnya…sedikit ada keraguan di wajahnya. Tapi akhirnya, celana itu terlepas dari kaki yang dibungkusnya. Wow…aku terbelalak melihatnya.

P*ha itu sangat putih sekali. Lebih putih dari yang pernah aku bayangkan. Tak ada cacat, tak ada noda. Sel*ngk*ngannya masih terbungkus cel*na dalam mini berbahan satin, sewarna dengan **nya. Sepertinya, itu adalah satu set ** dan **.

“Nih, aku u dah buka baju. Dah, kamu terusin lagi col*nya. Aku duduk ya.”
Ririn segera duduk, dan hendak menyilangkan kakinya. Buru-buru aku cegah.
“Duduknya jangan gitu dong…”

“Ih, kamu tuh ya…macem-macem banget. Emang aku musti gimana?”protes Ririn. “N*ngging, gitu?”
“Ya kalo kamu mau n*ngging, bagus banget,”sahutku.
“Sori ye…emang gue apaan,”cibirnya.

“Kamu duduk biasa aja, tapi kakimu di buka dikit, jadi aku bisa liat cel*na dalam sama sel*ngk*nganmu. Toh veggy kamu gak keliatan?”usulku.
“Iya…iya…ni anak rewel banget ya. Mau col*i aja pake minta macem-macem,”Ririn masih saja protes dengan permintaanku.

“Begini posisi yang kamu mau?”tanyanya sambil duduk dan membuka p*hanya lebar-lebar.
“Yak sip.” Sahutku. “Aku lanjut ya col*nya.”

Sambil memandangi tbuh Ririn, aku terus mengoc*k t*ngkolku, tapi kulakukan dengan perlahan, karena aku nggak mau cepet-cepet ejak*lasi. Sayang, kalau pemandangan langka ini berlalau terlalu cepat. Aku pun menceracau, tapi Ririn tidak menanggapi omonganku.

“Oh…Liiiinnn….kamu kok mulus banget siiiihhh….”aku terus menceracau. Ririn menatapku dan tersenyum.
“Sus*mu montok bangeeeettttt… p*hamu sekel dan putiiiihhhh….hhhhh….bikin aku ngac*ng, Liiiiiinnn……”

Ririn terus saja menatapku dan kini bergantian, menatap wajahku dan sesekali melirik ke arah t*ngkolku yang terus saja ngacai alias mengeluarkan lend*r dari ujung lobangnya.

“Pant*tmu, Liiiinnn….seandainya kau boleh megang….uuuuhhhhh….apalagi kena t*ngkolku….oouuufff…..pasti muncrat aku….,”aku mer*ntih dan menceracau memuji keindahan tubuhnya. Sekaligus aku berharap, kata-kataku dapat membuatnya ter*ngs*ng.

Ririn masih tetap diam, dan tersenyum Matanya mulai sayu, dan dapat kulihat kalo nafasnya seperti orang yang sesak nafas. Kulirik ke arah cel*na dalamnya…oppsss….aku menangkap sinyal kalo ternyata Ririn juga mulai ternagsang dengan aktivitasku.

Karena cel*na dalamnya berbahan satin dan tipis, jelas sekali terlihat ada noda cairan di sekitar selangkannya. Duduknya pun mulai gelisah. Tangannya mulai mer*ba d*danya, dan tangan yang satunya turun mer*ba p*ha dan sel*ngk*ngannya. Tapi Ririn nampak ragu untuk melakukannya. Mungkin karena ia belum pernah melakukan ini dihadapan orang lain.

Kupejamkan mataku, agar Ririn tau bahwa aku tidak memperhatikan aktivitasku. Dan benar saja…setelah beberapa saat, aku membuka sedikit mataku, kulihat tangan kiri Ririn mer*mas pay*daranya dan owww…** sebelah kiri ternyata sudah diturunkan.

Astagaaa..!!! p****g itu merah sekali…tegak meng*cung. Meski sudah melahirkan, dan memiliki satu anak, kuakui, p******a Ririn lebih bagus dan kencang dibandingkan Kiki. Kulihat tangan kiri Ririn memilin-milin put*ngnya, dan tangan kanannya ternyata telah menyusup ke dalam cel*na dalamnya.

“Sssshh….oofff….hhhhhh…..:” Kudengar suara nya mendesis seolah menahan kenikmatan. Aku kembali memejamkan mataku dan meneruskan koc*kan pada t*ngkolku sambil menikmati rintihan-rintihan Ririn.
Tiba-tiba aku merasa ada sesuatu yang hangat…basah…lembut…menerpa t*ngkol dan tanganku.

Aku membuka mata dan terpekik. “Lin…kamu…,”leherku tercekat.
“Aku nggak tega liat kamu menderita, Ndrew,”sahut Ririn sambil membelai t*ngkolku dengan tangannya yang lembut.
My gosh…perlahan impin dan obs*siku menjadi kenyataan. t*ngkolku dibelai dan dik*cok dengan tangan Ririn yang putih mulus.

Aku mendesis dan membelai rambut Ririn. Kemudian secara spontan Ririn menj*lat t*ngkolku yang sudah bener-bener sewarna kepiting rebus dan sekeras kayu. Dan…hap…! Sebuah kejadian tak terduga tetapi sangat kunantikan…akhirnya t*ngkolku masuk ke mulutnya. Ya, t*ngkolku dih*sap Ririn. Sedikit lagi pasti aku memperoleh lebih dari sekedar cunil*ngis.

Tak tahan dengan perlakuan sepihak Ririn, kutarik pinggulnya dan buru-buru kulepaskan **nya.
“Kamu mau ngapain, Ndrew?” Ririn protes sambil menghentikan his*pannya.
Aku tidak menjawab, jariku sibuk mengusap dan meremas p****t putih nan montok, yang selama ini hanya menjadi khayalanku.

“Ohh..Lin…boleh ya aku megang p****t sama memiaw kamu?”pintaku.
“Terserah…yang penting kamu puas.”

Segera kur*mas-r*mas p****t Ririn yang montok. Ah, obs*siku tercapai…dulu aku hanya bisa berkhayal, sekarang, tubuh Ririn terpampang dihadapanku. Puas dengan pant*tnya, kuarahkan jariku turun ke a**s dan v*ginanya. Ririn merintih menahan rasa nikmat akibat usapan jariku.

“Achh…Liiiinn…enak bangeeeeett….sssshhh…….”aku menceracau menikmati jil*tan lidah dan hangatnya mulut Ririn saat meng*nyot t*ngkolku. Betul-betul mengga*rahkan melihat bibir dan lidahnya yang merah menyapu lembut kepala dan bat*ng kelel*kianku. Hingga akhirnya….

“Rin….bibir kamu lembut banget sayaaaannggg.
“Keluarin sayang…t*ngkol kamu udah berdenyut tuh….udah mau muncrat yaaa….”
“I…iiy…iiyyaaa….Rin….Ouuuuufuffffff….. argggghhhhhhhhhh…..”

Tak dapat kutahan lagi. Bobol sudah pertahananku. Crottt…..crooottt….crooootttt…
Sp*rmaku muncrat sejadi-jadinya di muka, bibir dan d**a Ririn. Tangan halus Ririn tak berhenti mengoc*k bat*ng kej*ntananku, seolah ingin melahap habis cairan yang kumuntahkan

Ohhhh…….my dream come true….. Obs*siku tercapai…pagi ini aku muncratin pej*hku di bibir dan muka Ririn.
“Lin…kamu gak geli sayang…? Bibir, muka sama d**a kamu kena sp*rmaku?”
Ririn menggeleng dengan pandangan sayu. Tangannya masih tetap memainkan t*ngkolku yang sedikit melemas.

“Kamu baru pertam kali kan, mainin koto orang selain suami kamu?”
“Iya, Ndrew. Tapi kok aku suka ya…terus terang, bau s****a kamu seger banget…kamu rajin maka buah sama sayur ya?” tanya Ririn.

“Iya…kalo gak gitu, Indahmana mau nelen s****a aku.”
“Aihhh….” Ririn terpekik. “Indah mau nelen s****a?”
Aku mengangguk. “Keapa Rin? Penasaran sama rasanya? Lha itu spr*maku masih meleleh di muka sama d**a kamu. Coba aja rasanya,”sahutku.

“Mmmm…ccppp…ssllrppp….” terdengar lidah dan bibir Ririn mengecap sp*rmaku. Dengan jarinya yang lentik, disapunya sp*rmaku yang tumpah didada dan mukanya, kemudian dij*latnya jarinya smape bersih.Hmmm….akhirnya sp*rmaku masuk kedalam tubuhnya.

“Iya, Ndrew, s****a kamu kok enak ya. Aku gak ngerasa enek pas nelen s****a kamu…”
“Mau lagi….?”
“Ih…kamu tuch ya…masih kurang, Ndrew?”

“Lha kan baru or*l belum masuk ke meq* kamu, Rin.” Sahutku…”Tuh, liat…bangun lagi kan?”
“Dasar kamu ya….”
“Bener kamu gak mau sp*rmaku ? Ya udah kalo gitu, aku mau bersih-bersih dulu.”ancamku sambil bangkit dari kursi.

“Mau sih…Cuma takut kalo Indah dateng…gimana donk….”Ririn merajuk.
Perlahan kuhampiri Ririn, kuminta dia duduk di sofa, sambil kedua kakiya diangkat meng*ngkang.
Kulihat meq*nya yang licin karena cairan cintanya meleleh akibat perbuatan jariku.

“Hmmm…Lin…meq* kamu masih basah…kamu masih h***y dong…”tanyaku.
“Udah, Ndrew….cepetan deh…nanti istrimu keburu dateng…Lagian aku udah…Auuuwwww….!!!! Ohhh..Shhhhh…….” Ririn memiawik saat lidahku menari diujung klit*risnya.

“Ndrewwww…kamu g*laaa yaaa…”bisiknya samil menjambak rambutku.
Kumainkan lidahku dikel*nt*tnya yang udah membengkak. Jari ku menguak bibir v****a Ririn yang semakin membengkak. Perlahan kumasukkan telunjukku, mencari G-sp*tnya.

Akibatnya luar biasa. Ririn makin meronta dan merintih. Jambakannya makin kuat. Cairan b*r*hinya makin membasahi lidah dan mulutku. Tentu saja hal ini tak kusia-siakan. Kus*dot kuat agar aku dapat menelan cairan yang meleleh dari v*ginanya.

Ya…aroma v****a Ririn lain dengan aroma v****a istriku. Meskipun keduanya tidak berbau amis, tapi ada s*nsasi tersendiri saat kuhirup aroma kewan*taan Ririn.
“C’mon..Ndrew…I can’t stand…ochhh…ahhhhhh…shhhh……c’mon honey….quick…quick….”

Aku paham, gerakan pantt Ririn makin l*ar. Makin kencang. Kurasakan pula meq*nya mulai berdenyut…..seentar lagi dia meledak, pikirku. dan akhirnya Crottt…..crooottt….crooootttt… AAaaaaahhhhhhh Ririn berteriak dengan keras sampai terkulai lemas di sofa.